Misalnya, Mantan Presiden, Megawati, malah bilang gini ke warga yang antre beli minyak goreng. "Jadi tiap hari ibu-ibu itu apakah hanya menggoreng sampai begitu rebutannya?" dalam sebuah siaran media.
Seolah persoalan minyak goreng hanya soal pilihan memasak yang jadi tanggung jawab perempuan. Padahal, minyak goreng adalah kebutuhan publik luas, termasuk di sektor ekonomi kecil.
Contohnya, seorang anggota Solidaritas Perempuan yang berjualan gorengan, kini harus kehilangan banyak pemasukan karena harga minyak naik sampai Rp 50 ribu per 2 liter.
Masalah minyak goreng yang berlarut-larut ini salah satunya karena pilihan kebijakan pemerintah yang gak berpihak ke rakyat kecil. Buktinya, untuk program biodiesel yang juga memanfaatkan produk sawit, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) malah kasih insentif triliunan kepada perusahaan sawit yang mengalokasikan produknya untuk biodiesel.
Pantas aja, produsen minyak sawit lebih memilih menyalurkan sawit untuk biodiesel dibanding minyak goreng. Bukannya segera membereskan masalah ketergantungan pada industri kotor seperti yang selama ini ada di sektor sawit, malah membuat krisis baru yang akhirnya rakyat merugi.
Karena itulah, melalui petisi ini kami mendesak Menteri Perdagangan atur kembali harga minyak goreng untuk menekan lonjakan harga! Perlu diingat, pemerintah punya kewajiban menjaga ketersediaan dan stabilitas harga pangan.
Sebar petisi ini dan tagar #TurunkanHargaMinyakGoreng ya Fay.
Salam,
Koalisi Anti Mafia Pangan (KAPAN)
No comments:
Post a Comment