Tolak Penundaan Pemilu 2024
Para elite politik makin kuat menyampaikan penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden. Setidaknya sudah tiga partai DPR yang punya sinyal dukungan ini: PKB, Golkar, dan PAN. Bahkan, ada informasi Ketua Umum Partai Golkar sekaligus Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto bahwa Presiden Jokowi telah memerintahkannya untuk mendorong penundaan Pemilu 2024. Mereka mengatasnamakan aspirasi warga dan pemulihan ekonomi dari dampak Covid-19 untuk menunda Pemilu 2024.
Keinginan para elite itu bertentangan dengan konstitusi Indonesia. Pasal 7 dan 22 ayat (1) UUD NRI 1945 memastikan, presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan, melalui pemilihan umum yang dilaksanakan secara Luber dan Jurdil setiap lima tahun sekali. Kesimpulannya, menunda Pemilu 2024 berarti melanggar hukum tertinggi Negara Republik Indonesia.
Tapi, para elite partai DPR terus memperluas dukungan agar bisa mengubah konstitusionalitas pemilu berkala dan pembatasan masa jabatan presiden. Pasal 37 ayat (1) dan (3) UUD NRI 1945 bertuliskan, usul perubahan pasal-pasal UUD diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 sedangkan mengubahnya sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota MPR. PKB, Golkar, dan PAN hanya membutuhkan satu atau dua partai lagi untuk mengusulkan amendemen konstitusi bersama DPD, lalu koalisi DPR yang amat besar pendukung pemerintahan Presiden Jokowi, lebih dari cukup untuk melancarkan amendemen.
Namun amandemen itu akal-akalan belaka karena sangat bertentangan dengan konstitusionalisme pembatasan kekuasaan melalui limitasi masa jabatan yang lahir dari sejarah perjalanan bangsa dan merupakan amanat reformasi.
Jika para elite politik berhasil mewujudkan itu maka Indonesia melanggar prinsip-prinsip universal negara demokrasi. Pasal 25 (b) International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) bertuliskan: To vote and to be elected at genuine periodic elections which shall be by universal and equal suffrage and shall be held by secret ballot, guaranteeing the free expression of the will of the electors. Kemutlakan aspek pemilu berkala ini pun ditegaskan oleh International Institute for Democracy and Electoral Assistance (IDEA) dalam rumusan "International Obligations for Elections" sebagai panduan kerangka hukum pemilu bagi negara demokrasi.
Menunda Pemilu 2024 dan memperpanjang jabatan presiden pun membuat Indonesia melanggar prinsip pemerintahan presidensial. Sebagai bagian dari sistem politik hasil Reformasi, sistem presidensial punya dua perbedaan mendasar dengan sistem parlementer. Pertama, pemerintahan yang terpisah dari parlemen. Kedua, presiden sebagai kepala pemerintahan punya masa jabatan yang tetap dan dibatasi oleh pemilihan langsung oleh rakyat secara berkala.
Alasan ekonomi pada konteks Covid-19 pun bertentangan dengan praktik pemerintahan sebelumnya. Pada Pilkada 2020, korban infeksi dan nyawa dari wabah korona ada dalam keadaan puncak. Para akademisi lintas bidang, tenaga medis, NGO, Ormas keagamaan lintas iman, dan mahasiswa, meminta penundaan Pilkada 2020. Keadaan ekonomi warga dan APBN/D dalam keadaan buruk karena terdampak Covid-19. Tapi, pemerintah dan DPR tetap melanjutkan Pilkada 2020.
Semua itu menjelaskan bahwa, penundaan Pemilu 2024 menyerta perpanjangan masa jabatan presiden, melanggar aspek hukum, politik, dan ekonomi. Sama halnya dengan kelanjutan Pilkada 2020, menunda Pemilu 2024 merupakan wujud penyelenggaraan negara yang berdasar pada kepentingan politik elite untuk mempertahankan bahkan memperluas kekuasaannya.
Penting bagi kita sebagai warga negara untuk menolak penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden. Atas nama negara hukum, politik demokratis, dan keberdayaan ekonomi: tolak penundaan Pemilu 2024!
Salam,
Inisiator Petisi #TolakPenundaanPemilu2024
Koalisi Tolak Penundaan Pemilu 2024
No comments:
Post a Comment